Keutamaan mempelajari ilmu adab adalah salah satu bagian dari ilmu itu sendiri. Bahkan ada suatu syair yang menyatakan bahwa ilmu tanpa adanya adab adalah suatu kekurangan yang sangat besar.
Adab dan Ilmu adalah suatu keilmuwan yang saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga keutamaan mempelajari ilmu adab di dalam islam memiliki waktu yang lebih lama di bandingkan ilmu itu sendiri.
Islam adalah ajaran yang sempurna dan sekaligus penyempurna.
Sebagai ajaran yang universal, Islam sangat memperhatikan sekaligus menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Hal itu diisyaratkan dengan firman Allah swt yang pertama kali turun adalah perintah untuk membaca, perintah membaca adalah perintah untuk mencari pengetahuan.
Berikut firman-Nya dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5,
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.1 Al-Imam al-Qusyairi (w. 465 H.) dalam Tafsir al-Qusyairi mengatakan bahwa semua manusia adalah murid-murid,
atau dengan arti lain, bahwa semua manusia adalah orang yang membutuhkan, manusia telah diciptakan dalam keadaan membutuhkan ilmu pengetahuan yang benar (al-Haqq) oleh karenanya diperintahkan untuk membaca dengan nama Tuhan yang telah menciptakan mereka.
Penting untuk diketahui keutamaan mempelajari ilmu adab memiliki kedudukan lebih tinggi ketimbang ilmu itu sendiri.
Tapi, pertanyaannya kemudian adalah bahwa akan diapakan setelah mendapatkan ilmu yang telah susah payah dicarinya.
Oleh karena itulah, Rasulullah saw memberikan arahan (petunjuk) dalam sabda beliau, sebagaimana beliau diarahkan oleh Allah
swt di dalam menyebarkan ilmu ketauhidan itu sendiri, yang berbunyi:
Artinya:
“Sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak”. (HR. Baihaqi)
Juga disebutkan oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam Jami’ ul-Ahadits, dikatakan:
Artinya:
“Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.
HR. Ahmad, Ibn Sa’id, al-Kharathi dalam Makarim al-Akhlaq dari Abi Hurairah ra.
Dari dua hadits di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa esensi ajaran Islam itu sendiri adalah akhlak yang mulia yang didasarkan pada syari’at/peraturan Allah swt.
Dan, Islam sebagai ajaran yang universal tentu berbicara dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa terkecuali bidang pengetahuan.
Mulai dari keutamaan ilmu, keutamaan pendidik, keutamaan pencari ilmu, bagaimana mencari ilmu, bagaimana memanfaatkan ilmu, bagaimana mengistiqomahkan ilmu yang telah dicapai, dan lain sebagainya.
Maka dalam kesempatan kali ini kita tujuan pembahasan keutamaan mempelajari ilmu adab adalah dalam rangka menerangkan bagaimana etika/tata krama seorang Muslim yang hendak mencari ilmu menurut ketentuan syari’at Islam.
Karena sangat besar sekali keutamaannya dan sangat mulia sekali kedudukannya, baik di sisi Allah swt maupun makhluk yang lainnya
A. Keutamaman mempelajari ilmu Adab Berbicara
Yang pertama adalah berbicara.
Terkaitan dengan menjaga lisan, sangat di tekankan oleh Allah dan Rosul.
Karena itu, sebagai mukmin yang taat sudah selayaknya kita senantiasa menjaga lisan, agar tidak terpersok dalam kebinasaan
Allah swt melalui al Qur’an telah memperingatkan akan bahaya lisan.
Di antaranya adalah; Firman Allah swt :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah se-kumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.
Dalam ayat ini terkandung beberapa perintah, yaitu;
- Dilarang menghina, mengejek dan merendahkan sesama Muslim;
- Dilarang saling mencela satu sama lain;
- Dilarang saling memanggil nama temannya dengan panggilan yang buru
Al-Imam an-Nawawi (w. 677 H) mengatakan bahwa para ulama telah sepakat akan haramnya memanggil/ menyebut nama temannya (selainnya) dengan panggilan yang tidak disukai, baik itu sifatnya, seperti; cacat, tuli, cadel, celeng dll atau sifat yang melekat pada orang tuanya.
Dan mereka (para ulama) sepakat diperbolehkannya ketika menyebutkan yang demikian itu untuk mengetahui
B. Adab Mendengarkan
keutamaan mempelajari ilmu adab yang kedua adalah berkaitan dengan mendengarkan. Jika dalam pembahasan sebelumnya kita telah membahas mengenai adab terakait dengan lisan, kali ini kita membahas berkaitan dengan indara pendengaran
Allah swt berfirman dalam surat Qaff ayat 37:
Artinya:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikan nya”.
Dasar mendengarkan adalah sikap aktif, perhatian pada tema yang sedang dibahas. Lawan dari pada mendengar adalah sikap munafik, di mana dijelaskan dalam ayat di bawah ini bahwa sikap munafik adalah seolah-olah mereka mendengarkan perintah namun tidak mengindahkan perintah tersebut.
Oleh karena itu, Allah swt menegaskan dalam awal ayat ini untuk orang-orang beriman agar senantiasa mentaati Allah dan Rasul-Nya sebagai cirri dari ketaatan
Berikut adalah proses menjadi pendengar yang baik di antaranya :
- Memperhatikan pendengaran kita, dan memusatkan perhatian dari pendengaran terhadap apa yang dikatakan. Maka harus diam dan menyimak.
- Menghadirkan segenap konsenstrasi pikiran, hati kita sembari mentadaburi / memperhatikan apa yang kita dengarkan.
- Tidak memalingkan perhatian kita kepada yang lain.
- Mendengarkan dengan penuh seksama dan menerima apa yang disampaikan orang orang yang mengatakan.
- Tidak memalingkan konsentrasi kita disebabkan sikap penolakan kita pada apa yang disampaikan.
- Memperhatikan dengan seksama apa yang menjadi perhatian utama daripada penjelasan yang disampaikan
- Siap dan menyiapkan diri untuk menjadi pendengar yang baik
- Duduk di deretan terdepan [supaya ada interaksi mata yang jelas pada penjelasan gurunya] dan menuliskan apa yang dianggap penting/perlu.
- Dan juga kita tidak boleh memikirkan hanya apa yang kita ingin sampaikan ketika seorang pembicara telah selesai menjelaskan.
- Mengharuskan diri kita untuk konsentrasi pada pikiran dan menetapkan misi yang dibangun atas aspek dasar keunggulan [perkara-perkara yang positif] dan bukan pada aspek dasar metode pencapaiannya [artinya, setelah mencapai tujuan tidak berhenti di situ saja.
C. Adab Dalam Majlis Ilmu
Yang ketiga adalah adab dalam majlis ilmu. Dalam majlis ilmu tempat kita menimba ilmu bisa dalam berbagai bentuk, bukan hanya kajian di masjid-masjid saja.
Namun maknanya bisa di perluas seperti kelas perkuliahan, kelas sekolah maupun halaqoh-halaqoh kecil yang biasa di jadikan forum diskusi local.
Nah, dari pengertian singkat mengenai masjlis tersebut, hendaknya kita memiliki beberapa hal yang patut di perhatikan sebelum memasuki majlis, baik yang bersifat kajian besar maupun halaqoh kajian baik yang sifatnya di masjid mapun di kelas.
Yang pertama dapat tempat duduk, dialah yang paling berhak mendapatkannya.
Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw bersabda ;
Jika salah seorang di antara kalian berdiri pada tempat duduk orang lain, kemudian orang yang pertama tadi datang kembali, maka yang pertama itulah yang berhak mendudukinya (HR. Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan hadits ini yaitu
[Barang siapa duduk pertama di suatu majlis, maka ia lah yang berhaq mendudukinya].Sahabat-sahabatnya dari mazhab Syafi’iyah, berpendapat hadits ini menjelaskan pada orang yang duduk di suatu tempat, baik di masjid atau lainnya untuk salat kemudian dia meninggalkannya, untuk berwudhu atau kepentingan lainnya lalu kembali lagi ketempatnya, maka yang demikian tidak merubah hak kepemilikan tempat tersebut, terlebih bila kembalinya untuk salat.
Dan bila tempat duduknya telah ditempati orang lain, maka tidak apa dia mendirikannya.
Inilah pendapat yang paling benar menurut mazhab Syafi’iyah.
Dan wajib bagi yang duduk setelahnya untuk meniggalkan tempat tersebut bila yang pertama telah kembali lagi.
Sebagian ulama berpendapat ini lebih disukai, dan tidak wajib, ini adalah pendapat Malik, dan yang benar adalah yang pertama. Wallahu a’lam.
Ada beberapa adab yang perlu di tekankan , diantaranya
- Menghilangkan perkara yang menyakitkan hati bagi para pengunjung majlis.
Dari Jabir berkata; seseorang berjalan di masjid dengan panahnya, maka Rasulullah saw bersabda genggamlah mata panah. HR. Muslim
Dari Abi Musa al-Asya’ri Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda;
Jika salah seorang di antara kalian berjalan di suatu majlis/pasar dan di tangannya terdapat anak panah, maka hendaklah genggam mata panah.
- Mengucapkan salam dikala datang dan pulang
Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw bersabda;
Jika salah seorang di antara kalian selesai dari suatu majlis maka hendaklah mengucapkan salam, dan bila tampak olehnya tempat duduk, maka duduklah, dan bila hendak berdiri ucapkanlah salam, tidaklah seseorang itu lebih berhak dari yang lainnnya.
(HR. Abu Daud, nomor hadits 5208, dan at Turmudzi.)
- Duduk di bagian paling belakang, bila majlis sudah penuh
Dari Jabir bin Samrah berkata; Adalah Kami bila mendatangi tempat Rasulullah saw duduk salah satu di antara kami sampai selesai. (HR. Tirmidzi, dan Abu Daud)
- Bergeser
Dari Abdullah bin ‘Umar ra sesungguhnya Rasulullah saw bersabda;
Tidak halal bagi seorang untuk menggeser dua orang, kecuali dengan izinnya.
(HR. Tirmidzi, dan Abu Daud)
- Membaca doa kafaratul-majlis baik di awal maupun akhir
- Memilih tempat duduk yang teduh
Dari Ibn Buraidah dari ayahna Sesungguhnya Rasululalh saw melarang seseorang duduk antara bayang-bayang dan sinar matahari. (HR. Ibn Majah)
- Pindah tempat bila ngantuk atau pergi berwudhu
Dari Ibn ‘Umar ra berkata; saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda bila salah seorang diantara kalian mengantuk di dalam masjid pada hari Jum’at, maka hendaklah pindah ke tempat yang selain dari itu. HR. Tirmidzi dan Abu Daud.
- Dilarang mendengarkan pembicaraan lain, selain keterangan guru
Dari Ibn Abbas ra dari Rasulullah saw bersabda;
Barangsiapa bermimpi yang belum pernah dilihat sebelumnya, maka akan dibebankan padanya untuk mengikat antara dua rambut kecil dan tidak akan pernah dilakukannya, dan Duduk di bagian paling belakang, bila majlis sudah penuh
Dari Jabir bin Samrah berkata; Adalah Kami bila mendatangi tempat Rasulullah saw duduk salah satu di antara kami sampai selesai. (HR. Tirmidzi, dan Abu Daud)
Sumber :
Abu Hasan Mubarok. 2019. Adab Menuntut Ilmu. Cirebon :CV.Elsi Pro